Kisah nyata seorang anak Afrika yang tertangkap oleh para pemuda bersenjata pada masa perang sipil di Kongo. Artikel ini adalah potongan dari bab Pendahuluan buku Living Sacrifice yang ditulis oleh Dr. Helen Roseveare. Harapan saya cerita Paul, dan Dr. Helen, ini bisa menjadi kekuatan iman bagi setiap pembaca, khusunya bagi mereka yang hidupnya terancam oleh karena iman percaya mereka kepada Adonai Yeshua, dan mendorong minat orang lain untuk mencintai dunia misi: mendoakan, mendanai, dan bahkan jika Elohim berkendak memberi diri Anda sendiri sebagai ambassador-Nya. Penjala Baja
Sedikit tentang Dr. Helen Roseveare. Dr. Helen Roseveare (lahir 1925) adalah dokter medis dari Inggris yang bekerja sebagai seorang misionari melalui WEC (Evangelical Missions Agency) di Kongo, Afika dari tahun 1953-1973. Ia berada di sana menyaksikan sendiri kekerasan dan ketidak stabilan politik yang berbahaya di Kongo. Ibu telah membangun beberapa rumah sakit dan membuka sekolah medis di Kongo sementara ia memberitakan Injil Adonai Yeshua dan melakukan perawatan medisnya. Beliau juga fasih berbahasa Perancis dan bahasa setempat. Pelayanan kehidupannya telah difilmkan: Mama Luka Comes Home.
Buku-buku Dr. Helen yang lain diantaranya:
- Enough; Digging Ditches: The Latest Chapter of An Inspirational Life
- Living Faith: Willing to be stirred as a pot of paint
- Faithfull Women and Their Extraordinary God
Hak-Nya untuk menuntut
Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Elohim aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Elohim: itu adalah ibadahmu yang sejati. (Roma 12:1)
[Kongo dimasa pemberontakan; ora et labora]
Paul, laki-laki Afrika murid sekolah berumum 9 tahun, ditangkap oleh seorang tentara pemberontak dan dipukul pada mukanya, dilempar ke tanah, ditendang dan dipukuli secara brutal dengan ujung pegangan senjata api, menolak untuk memberi informasi kepada intimidasi.
Peristiwa ini terjadi pada masa pemberontakan di Kongo tahun 1964. Paul harus membuat pilihan. Dia dapat melarikan diri, tetapi itu dapat berakibat kepada penangkapan orang-orang lain. Masih kecil sebagaimana ia ada, dia telah harus berpikir dengan cepat dan tepat, harga dari tindakan, mengetahui bahwa alternative untuk melarikan diri menaruh dia dalam posisi bahaya diri sendiri yang besar, tetapi dia tidak bodoh, dan dia tahu itu pastilah juga termasuk sakit fisik. Dia telah melihat orang-orang lain dipukuli, diancam dan sebagainya.
Dia masih dapat mendengar teriakan-teriakan yang menyedihkan dari seorang ibu dan putrinya yang ditangkap oleh para pemberontak di komplek rumah sakit bersalin. Dia telah ada di sekolah pagi itu ketika sebuah truck bermuatan gangster bersenjata dikemudikan kedalam desa itu. Seorang pemuda liar, bermata hitam dengan wajah kosong penuh kebencian, bersenjata tombak, berlari kedalam komplek sekolah, dan memerintahkan semuanya berdiri. Lainnya melakukan yang sama di gereja, pintu sebelah dari kelas Paul. Enam atau lebih lainnya telah menguasai komplek ibu-ibu hamil, klinik anak-anak, ruang-ruang perawatan, diluar unit pelayanan khusus, diseberang rumah yatim piatu.
Keributan, teriakan-teriakan dan kemarahan. Kemudian mereka kembali dengan dua wanita tersebut sebagai tawanan, gadis 16 tahun dengan kelopak mata yang bengkak karena kurangnya tidur bermalam-malam oleh karena ketakutan, dan ibunya, tujuh bulan dengan anaknya, dalam kesakitan. Mereka dilempar ke dalam truck: kemudian gadis ini dipukuli, dan diintimidasi dengan buruknya dan kemudian diturunkan (dari truck), dipaksa masuk ke dalam kursi truck untuk menuntun para pemberontak ke tempat dimana ayahnya menyembunyikan diri. Ayahnya adalah seketaris dari pemerintah, ”regime terakhir,” sebab itu ditembak oleh regime pemberontak. Sebagaimana truck bergerak dengan kasar, ibu itu terjatuh; dan Paul mendengar teriakan-teriakan belas kasihan ibu tersebut ketika para tentara menendangi ibu dengan tertawa.
Pikiran Paul kembali dengan cepat kepada kejadian lain, satu minggu sebelumnya. Begitu banyak yang telah terjadi sejak itu, itu nampaknya bertahun-tahun lalu. Dia sedang tertidur dengan dua saudara laki-lakinya, ketika dia terbangung oleh sebuah tembakan senjata disuatu tempat dikegelapan. Dia menegakkan palang pintu dan melihat pintu depan terbuka rusak, dan Susan, satu dari perawat-perawat senior berlari ke dalam rumah, membanting pintu dibelakangnya. Paul berlari dibelakang Susan, sungguh ketakutan, tidak tahu apa yang sedang terjadi. Paul tidak dapat mengikuti Susan. Dia kembali jongkok di tempat tanaman, merintih dan ketakutan, ketika para tentara mencari sekeliling rumahnya, berteriak dan marah. Dia tidak mengerti. Dia hanya tahu itu semuanya jahat, dan tanpa alasan, dan tidak seorangpun aman dari kejahatan mereka.
Selama delapan minggu pertama pemberontakan, tentara-tentara gerilyawan telah memaksa mundur Tenatara Nasional hampir empat perlima dari Kongo. Semua tentara pemberontak telah diserahkan kedalam kendali dukun-dukun, supaya ”dilindungi” terhadap serangan pelor-pelor tentara pemerintah, yang akan ”merubah menjadi air” karena mereka melompat kedepan di dalam nama pahlawan martir mereka, Patrice Lumumba.
Lalu datang harinya ketika Presiden Kongo menerima pertolongan dari Kolonel Mike Hoare dan para tentara putuh bersenjata. Ikatan berubah. Disiplin di Tentara Nasional berkembang, moral bangit, dan para pemberontak dipaksa mundur. Perang demi perang meletus, dan ratusan tentara pemberontak terbunuh.
Dalam keputusasaan, tentara gerilya mulai melibatkan anak-anak sekolah laki-laki usia 16 tahun kedalam pasukannya. Kami melihat truk-truk dikemudikan melalui desa kami, di isi dengan para remaja bernyanyi ”tentang peperangan.” Jarang sekali yang kembali. kami mendengar berita-berita mengerikan, teriakan perang para fanatik muda ”Mayi – mayi – Lumumba!” disertai teriakan-teriakan kesakitan dari rekan-rekan mereka yang sedang menuju kematian dibabat oleh kekuatan bersenjata yang lebih kuat.
Pada 23 Oktober, para gerilya memengepung 300 murid usia 14 tahun dari sekolah Roma Katolik. Mungkin berikutnya adalah giliran kami. Bagaimana kami melindungi para remaja kami? Kami tidak dapat mengerim mereka pulang sebab separuh dari mereka adalah anak-anak panti asuhan kami. Panti asuhan adalah rumah mereka.
Sebuah rencana kemungkinan dibuat untuk melindungi sebanyak mungkin jika serangan langsung atas sekolah terjadi. Setiap pagi, dua pekerja desa ditunjuk sebagai penjaga. Mereka pergi ke ujung utara dan selatan desa dan bersembunyi disemak-semak pada sisi jalan. Jika mereka menderngar suara kendaraan mendekati, mereka akan meniup pluit tanda bahaya dengan keras. (Saat itu semua kendaraan di wilayah tersebut berada di tangan para pemberontak). Orang pertama di desa yang mendengar peringatan peluit haruslah memukul drum, dan semuanya akan tahu apa yang harus dilakukan seterusnya. Ada sekitar empat menit dari alarm peringatan sampai tibanya kendaraan.
Seorang pengawas ditunjuk seminggu sekali di setiap kelas, tugasnya ialah mengumpulkan semua material sekolah, buku-buku, pensil, kotak-kotak kapur tulis dan penghapus memasukkannya kedalam keranjang yang telah tersedia: dan mendorong meja-meja dan kursi-kursi panjang (banches) sembarangan ke dalam bentuk berantakan, supaya nampak bahwa gedung (sekolah) tidak dipakai sejak tahun sekolah yang lalu, empat bulan yang lalu. Lari segera ke rumah saya dengan keranjang-keranjang tersebut, menaruhnya pada lemari, orang terakhir menutup pintu, dan lari mengikuti teman-teman kelas mereka, masuk kedalam hutan – semuanya berada di dalam empat menit periode peringatan.
[Hari pengujian iman bagi Paul]
Suatu hari, tiba-tiba peluit bertiup: drum dipukul dengan peringatan staccatonya: para guru pergi ke hutan bersama dengan para remaja yang mereka bawahi: para pengawas kelas segera ’membereskan’ (menyimpan peralatan sekolah dan memporak-porandakan semua kursi dan bangku) kelas-kelas. Paul, usia sembilan tahun, bertugas sebagai pengawas kelas empat pada minggu itu. Kecil untuk usianya, putra dari orang tua yang menderita penyakit lepra (Yayasan ini juga memiliki rumah perawatan para lepra). Paul kesulitan mencabut pin-pin yang ditusukkan pada papan tulis untuk menaruh gambar-gambar. Ia menarik kursi ke muka kelas namun masih belum terjangkau. Ia mencoba menunpukkan kursi lainnya, sementara ia melihat para pengawas kelas lainnya menyeberangi halaman dengan keranjang-keranjang mereka.
Pada akhirnya Paul siap. Sebagaimana ia sedang meninggalkan gedung sekolah, membawa keranjang dengan tergesa-gesa, empat pengawas lainnya sudah lenyap masuk ke hutan. Dia dapat mendengar suara truk yang mendekati. Kemudian Paul mendengar suara mesin yang mengeras, ketika truk berputar memasuki halaman desa. Dia tertangkap!
Nalurinya berkata kepadanya untuk lepaskan keranjang dan lari.
Namun saat yang bersamaan, pikiran lainnya muncul kedalam pikirannya. Keranjang akanlah ada di tengah-tengah jalan truk, dan itu berisis buku-buku latihan dengan tanggal hari ini! Para tentara akanlah melihat itu, dan mereka akan tahu bahwa sungguh ada sebuah sekolah, meskipun segala usaha untuk melenyapkan fakta itu. Mereka akan mencari sampai menemukan anak-anak … dan Paul kecil cukup sadar untuk mengerti bahwa hukuman sadis akan ditambahkan karena bersembunyi.
Jantung berdebar dengan takut, Paul bergumul sejenak di dalam mengambil keputusan.
Apakah cerita yang ia telah dengar belum lama ini di Sekolah Minggu, tentang gadis usia 12 tahun di negara Cina Komunis? Gadis ini tertangkap oleh para Tentara Merah ketika ia keluar dari rumah, dimana mereka mencurigai sebuah Gereja bawah tanah. Ditahan selama tiga hari untuk intrograsi, dia kadang-kadang telah dibawa keluar dihadapan pengadilan umum. Ditantang secara langsung oleh para tentara, dia tahu itu adalah pertanyaan kehidupan atau kematian.
“Kamu mengasihi Yeshua?”
Siap untuk berkata ”Tidak,” tertangkap di dalam wajah takutnya, gadis ini melihat gadis sebaya usianya di keramaian dengan perlahan membuat tanda salib pada dirinya.
Menguatkan dirinya sendiri, gadis ini dengan bangga menjawab: ”Ya, saya mengasihi Yeshua.”
Dan mereka menembak gadis itu.
”Jika gadis itu dapat melakukannya, saya juga dapat,” kata Paul kepada dirinya sendiri, melalui giginya yang tertutup rapat.
Dia bergumul menyeberang halaman rumah, melewati verandah, dan mendorong keranjang kedalam ruang depan. Tidak ada waktu tersisa: truk sudah tiba. Paul menutup kedua pintu, dan bersandar pada pintu double itu, dia berbalik menghadap para tentara.
Para gerilya keluar dari truk, kasar dan sungguh-sunguh. Mereka menyebar kesemua arah, mencari apa dan siapa yang mereka inginkan. Dua menghampiri rumahku dan berteriak dengan kasar kepada Paul.
”Wanafunzi ni wapi?” (Dimana teman-teman kelasmu?)
Hampir pingsan karena takut, Paul tidak dapat menjawab. Dia menggigit bibirnya untuk menguasai panik yang bertambah. Di dalam hatinya ia berdoa kepada Elohim untuk penguatan menghadapi masalah itu, supaya ia tahu apa yang ia harus lakukan. Hanya berusia sembilan tahun – dapatkah Elohim menolong dia? Dia baru saja mengetahui Adonai Yeshua sebagai Juruselamatnya beberapa bulan yang lalu. Yang pasti tidak ada seorangpun yang dapat menolong dia sekarang. Jari-jari pada tangan kanannya secara panik memutar di dalam kepalan tangan kirinya di belakang punggungnya, membuat tanda tuli dan buta ”P-M:” ”P-M,” sebagaimana bibir-bibirnya menbentuk formula tanpa suara ”piem” terus menerus.
Itu adalah kode rahasia kelompok remajanya Paul, P-M kependekan dari ”Pasipo Mupaka,” bagian dari motto, ”Kwa Yeye pasipo mupaka,” yang berarti ”Bagi DIA (Yeshua Ha Mashiah) tidak ada batasan” [sejenis ”bagi DIA segala sesuatu tidak ada yang mustahil”].
Mereka mencengkram Paul, mendorong dia dengan kasar ke lantai semen, memukuli dan menendangi dia. Menarik dia untuk berdiri, mereka berulang-ulang mengulangi pertanyaan mereka dengan marah.
Tiba-tiba Paul tahu apa yang ia harus lakukan. Pikirannya jernih, ketakutannya telah hilang. Jackie, laki-laki dari kelasnya tuli-bisu yang hanya dapat berkomunikasi melalui suara yang tidak jelas dan gerakan tangan. Paul pura-pura menjadi Jackie, gerakan mulut yang menghasilkan suara yang tidak jelas menjawab para tentara.
”Jangan coba-coba menghina kami,” mereka berteriak dalam kemarahan, mendorong Paul kembali ke lantai semen dan dengan kasar menendanginya di dalam keputusan asaan mereka. ”Ceritakan pada kami dimana mereka bersembunyi.”
Sebagaimana mereka menarik Paul untuk berdiri, anak laki ini, diisi dengan keberanian yang baru, kembali melakukan peragaan yang sama.
”Dibawah nafasku,” Paul bercerita kepadaku kemudian, ”saya terus mengulangi ’P-M, P-M, P-M,’ untuk mengingatkan diriku sendiri bahwa Yeshua mengasihi aku begitu besar sehingga Dia mati bagiku, sehingga saya aku dapat melewati segala sesuatu yang mereka lakukan, demi Dia.”
Tiba-tiba seorang tentara berkata: ”Kita membuang-buang waktu. Anak laki-laki ini pastilah ada tuli-bisu. Dia tidak dapat menolong kita.”
Mendorong Paul kebelakang pintu-pintu yang tertutup, mereka meninggalkan verandah bergabung dengan teman-teman mereka yang kembali dari dari berbagai arah. Dua kembali dari bangungan-bangunan sekolah. ”Tidak ada sekolah di sini. Tempatnya dalam kondisi berantakan, dan nampaknya sudah tidak digunakan selama berbulan-bulan.”
Naik ke truk, mereka mengemudi pergi.
Kembali dari rumah sakit dimana saya telah bertugas, saya datang masuk kerumahku melalui pintu belakang. Memasuki ruang duduk, saya terkejut melihat pintu double tertutup.
Ketika saya membuka pintu-pintu tersebut, Paul jatuh kedalam ruangan. Dia sudah dipukuli dengan berat, dan sangat gemetar. Saya mengangkat dan membawa dia ke sebuah sofa. Mendapatkan minuman panas untuk kami berdua, saya bertanya kepada dia apa yang telah terjadi. Dengan perlahan-lahan dia menyingkirkan coklatnya dan bercerita kepadaku. Lalu melihat kepadaku, dia bertanya:
“Sudahkan para tentara pergi, dokter?”
”Ya Paul, mereka sudah pergi.
”Apakah mereka menemukan anak-anak sekolah lainnya?”
”Tidak Paul, mereka tidak menemukan yang lainnya.
”Apakah saya telah menyelamatkan mereka dokter?”
“Ya Paul, kamu telah menyelamatkan mereka.”
Lalu keheningan terjadi sejenak. Melirik kepadaku, anak laki ini berkata dengan sederhana dan sangat tulus berkata: ”Tidak dokter, itu sungguh bukan saya, benarkan?” Itu adalah Adonai Yeshua di dalam saya.”
[Paul bertemu Yeshua; Dr. Helen juga mengalami hal serupa; bagaimana Elohim mengajar Dr. Helen belajar menghadapi aniaya]
Paul sudah mengenal Adonai Yeshua sebagai temannya dan Juruselamatanya hanya pada waktu yang singkat sebelumnya. Pada sebuah Youth Rally, penginjil bercerita bahwa Adonai kita akan kembali lagi sebagai Raja dan Hakim. Penginjil ini bertanya kepada murid-murid, apakah mereka telah siap bertemu dan menyambut Adonai dengan sukacita , atau mereka mencoba melarikan diri dan menyembunyikan wajah mereka dengan sikap malu.
”Apakah kamu ada sesuatu di hati kalian atau kehidupan kalian yang membuatmu akan ada malu, jika Adonai Yeshua datang hari ini?” tanya penginjil itu kepada murid-murid.
Paul pulang kerumah tanpa suara sama sekali, disertai perasaan yang kacau. Paginya, ketika ayahnya membaca Alkitab dan berdoa dengan keluarga sebelum pergi bekerja, Paul mulai menangis, dan tanpa tertahan ia berkata: ”Saya tidak akan dapat bertemu Dia: saya pastilah akan malu!”
Ayahnya menenangkan Paul, dan meminta padanya untuk menerangkannya. Kemudian, melalui dorongan semangat dari kedua orang tuanya, Paul mengaku kepada Yeshua semua yang ada di dalam hatinya, dan meminta Elohim mengampuninya, sehingga Yeshua dapat menyelamatkannya dan Ia dapat hidup di dalam hatinya.
Sekarang ketika test itu tiba, dihadapkan dengan para tentara pemberontak yang sadis, Paul tidak ragu-ragu. Paul telah menemukan jalan bagaimana mengungkapkan kepada Elohim kasihnya untuk Elohimnya.
- Berhakkah Elohim memohon dari Paul untuk berkehendak mengorbankan dirinya sendiri untuk menyelamatakan teman-teman sekolahnya?
- Berhakkah Dia memohon sejenis demontrasi kasih seperti itu?
- Dapatkah seorang mempertanyakan hak Elohim atau tujuan dan motive dasar Elohim?
- Mungkin Elohim tidak menuntut demontrasi dari kasih, tetapi hanya menawarkan Paul kesempatan berharga untuk membagikan kasihnya?
Elohim sendiri begitu mengasihi Paul sehingga Ia telah memberikan Putra-Nya yang tunggal untuk mati menggantikan tempatnya untuk menebus Paul: sekarang mereka (Elohim dan Paul) telah bersama-sama telah mendemontrasikan kasih tersebut untuk orang lain.
Sesaat saya telah merasakan hal yang sama, pada malam ketika tentara pemberontak pertama kali menangkap saya. Dipukuli, didorong ke lantai, ditendang- gigi patah, mulut dan hidung robek, tulang-tulang dada sakit- dikendalikan dengan todongan pistol ke dalam rumahku, dihina dan diancam. Itu adalah malam yang sangat gelap. Untuk sejenak, saya merasa Elohim telah gagal pada diriku. Dia dapat melangkah dan mencegah semua itu. Dia dapat menyelamatkan keluar dari tangan-tangan mereka. Mengapa Dia tidak berbicara?
Mengapa Dia tidak campur tangan?
Dan dalam keputusasaan, saya hampir berteriak melawan Dia: ”Itu terlalu besar untuk ditanggung!”
Namun kasih-Nya untuk daku membayar hidup-Nya sendiri. Dia memberi diri-Nya sendiri, dalam korban penebusan yang layak (sekali untuk selamanya) di Kalvary. Dia begitu mengasihi sehingga Dia memberikan segalanya. Pengorban-Nya adalah ungkapan kasih-Nya yang besar.
Di dalam kegelapan dan kesendirian, Dia bertemu dengan aku. Dia ada disana, mulia, agung, Elohim yang mahakuasa. Kasihnya membungkus aku. Tiba-tiba ”Mengapa?” jatuh tersingkir dari diriku dan damai yang sangat besar mengalir masuk.
”Ini semua bukanlah penderitaanmu: mereka tidak memukulimu. Ini semua adalah penderitaan-Ku: semua yang Aku minta dari mu adalah meminjam tubuhmu.”
- Dapatkah saya melihat ”pengorbanan-pengorbanan” kecil di dalam terang Pengorbanan besar Kalvari dimana Ha Mashiah telah memberi semuanya (hormat, kemulian, dan bahkan nyawa-Nya) untuk saya?
- Dapatkah saya melihat harga yang nampak kecil dibanding kepada kenyataan keuntungan (upah sorgawi)?
- Apakah saya menerima hak-Nya untuk menuntut kesedianku membayar harga sedemikian rupa, supaya masuk kedalam kelayakan dan kesukaan ada dipakai di dalam tujuan-Nya?
Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya.” (Yohanes 14:21)
Jawab Yeshua: “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, YAHWEH, Elohim kita, YAHWEH itu esa.
Kasihilah YAHWEH, Elohimmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.
Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.” (Markus 12:29-31; Lihat Ulangan 6:4 dan Imamat 19:18).
Dr. Helen Rosseveare bercerita tentang pelayanannya di Kongo dan motifnya:
Hak cipta dari artikel ini dimiliki oleh penjalabaja.wordpress.com. Artikel ini boleh diperbanyak dengan syarat alamat blog disertakan dengan lengkap dan bukan untuk tujuan komersial. Persiapkan Jalan Bagi Raja
18/08/2012
Kategori: Pikul Salib . Tag:Afrika, Berita Misi, KRISTIANITI, Penganiayaan . Penulis: Penjala Baja . Comments: Tinggalkan komentar
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.